PERINGATAN
Karya Wiji
Thukul
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus
asa
Kalau rakyat
bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan
masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada
dan belajar mendengar
Bila rakyat berani
mengeluh
Itu artinya sudah gasat
Dan bila omongan
penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti
terancam
Apabila usul ditolak
tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik
dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan
mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu
kata: lawan!
Di Bawah Selimut
Kedamaian Palsu
Karya Wiji
Thukul
Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk
mengibuli
Apa gunanya banyak baca
buku
Kalau mulut kau bungkam
melulu
Di mana-mana moncong
senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca
buku
Kalau mulut kau bungkam
melulu
Setiap penulis tentu mempunyai ciri khas tersendiri
saat menciptakan sebuah karya sastra. Kali
ini kita akan mengulas beerapa karya yang diciptakan oleh Widji Thukul yang
namanya tentu sudah tidak asing lagi didengar. Selain menjadi penulis, Widji
Thukul juga termasuk seorang aktivis organisasi yang sering memimpin demo.
Puisi pertama yang berjudul ‘Peringatan’ merupakan gambaran
sikap yang ditujukan pada pemerintahan
orde baru. Penulis menunjukkan rasa kecewa terhadap kebijakan yang dirasa
menyusahkan masyarakat. Pejabat pemerintah seolah acuh terhadap nasib rakyat,
sehingga pada puisi yang berjudul ‘Peringatan’ tersebut terdapat situasi yang
dirasakan rakyat ketika mereka sengsara di negaranya sendiri. Masyarakat
kemudian bergerak melakukan aksi demo untuk menolak kebijakan yang membuat
mereka sengsara.
Saat ini demo juga masih sering dilakukan sebagai
wujud tidak setujunya masyarakat terhadap keputusan yang diambil pemerintah. Sempat
membuat heboh masalah omnibuslaw atau undang-undang cipta kerja. Masyarakat seluruh
Indonesia melakukan demo besar-besaran karena merasa undang-undang tersebut hanya
merugikan rakyat kecil saja.
Puisi kedua berjudul ‘Di Bawah Selimut Kedamaian
Palsu’ juga memiliki makna yang selaras dengan puisi pertama. Widji Thukul menjelaskan
bahwa masyarakat mengalami ketidakadilan dari orang-orang pintar. Karena kepintaran
tersebut, mereka menjadi serakah untuk menang sendiri, dan melupakan kehidupan
rakyat yang ada di desa.
Berdasarkan kedua puisi Widji Thukul yang sudah saya baca,
penggunaan diksi yang dipilih tidak memberatkan pembaca untuk mengerti apa yang
ingin disampaikan oleh penulis. Penyampaian secara ringan membuat pembaca ikut
merasakan konfulasan dua puisi karya Widji Thukul tersebut dapat dinikmati
secara ringan oleh pembaca sehingga pembaca juga turut merasakan ketidakadilan
yang dialami masyarakat pada masa itu. Selain itu pembaca juga dapat dengan
mudah memahami isi yang ingin disampaikan penyair melalui dua puisi tersebut. Urutan
peristiwa yang disuguhkan membuat puisi tersebut memiliki nyawanya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar