“Ulama Abiyasa Tak Pernah
Minta Jatah”
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
Ulama Abiyasa bertitah
Desember 2020
Puisi berjudul “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah” karya karya M. Shoim Anwar bercerita tentang Ulama Abiyasa yang tidak terlena oleh kemewahan dunia. Dia tak pernah mau mengunggulkan dirinya, dan hanya ingin berpenampilan sederhana. Jika dilihat dari bentuknya, puisi tersebut memiliki tiga bait, setiap bait diawali dengan kata “Ulama Abiyasa” yang menjadikan bentuk puisi tersebut senada.
Bait pertama menjelaskan tentang Ulama Abiyasa yang dijadikan panutan para pemuda karena watak dan sifatnya. Seorang ulama yang tidak tertarik dengan duniawi seperti jabatan tinggi yang diimpikan banyak orang. Hal itu dapat dibuktikan pada bait pertama dalam puisi sebagai berikut:
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja
Bait kedua menjelaskan tentang Ulama Abiyasa yang selalu bertutur dengan lemah lembut tanpa menyakiti hati siapapun. Seseorang yang ramah senyum, serta bersikap sopan santun. Hal itu dapat dibuktikan pada bait pertama dalam puisi sebagai berikut:
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Bait ketiga memiliki baris yang cukup banyak bila dibandingkan dengan bait pertama dan kedua. Berisi tentang Ulama Abiyasa yang disegani para penguasa, serta harus menghormatinya. Ulama Abiyasa tak pernah berminat menjadi seorang pejabat negeri yang diberi fasilitas serba ada. Ia lebih memilih menjadi Ulama dengan kesederhanaannya. Hal itu dapat dibuktikan pada bait pertama dalam puisi sebagai berikut:
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
Penghujung Desember 2020
Berdasarkan uraian bait puisi di atas, makna yang dapat disimpulkan yakni sesuatu yang dilakukan dengan pendirian dan prinsip kuat, maka akan mendapat hasil yang diinginkan dengan bahagia tanpa tekanan sedikitpun. Tidak tergiur tawaran dengan fasilitas yang mewah. Tetap fokus meningkatkan iman serta mengamalkan perintah Tuhan.
Apabila
dihubungkan dengan kehidupan saat ini, mungkin masih banyak Ulama yang
mendapatkan tawaran kursi di Pemerintahan. Namun, beberapa ada yang setuju dan
tidak, mereka tetap melakukan dakwah sesuai dengan ciri khas dan karakternya
masing-masing. Bahkan ada pula yang menyinggung kinerja pemerintah secara
terang-terangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar