Kali
ini kita akan mengulas sebuah karya dari Seno Gumira Ajidarma dengan judul
“Setan Banteng”. Dilihat dari judulnya, tentu akan membuat pembaca penasaran
tentang makna setan dan banteng tersebut. Apakah ada kaitannya antara dua objek
tersebut?
Seno Gumira Ajidarma merupakan penulis dari beberapa
cerita pendek yang ternama. Beberapa karyanya berjudul Atas Nama Malam,
Wisanggeni-Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola Tak Berdawai,
Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.
Dalam
cerpen “Setan Banteng” bercerita tentang segerombolan anak yang sedang
melakukan permainan pemanggilan makhluk tak kasat mata yang berwatak seperti
banteng. Pada permainan tersebut mereka
berdiskusi siapakah yang akan menjadi mediator. Ada anak yang merasa takut
hingga mundur tak berani untuk melangkahkan kakinya. Hingga ada seorang anak
yang memiliki badan besar akhirnya memberanikan diri menjadi mediator permainan
tersebut. Pemimpin gerombolan tadi menyuruh maju, sembari menyiapkan keperluan
untuk permainan memanggil makhluk tak kasat mata itu. Setelah melakukan
beberapa ritual, akhirnya setan banteng pun merasuki anak yang menjadi mediator
tadi.
Matanya memerah dengan posisi badan bungkuk dan salah
satu kakinya menyepak ke belakang. Mengetahui bahwa temannya tersebut sudah
dirasuki setan banteng, semua anak yang ada di sana berlari menghindari
serangan banteng yang marah tersebut. Permainan itu tidak membuat anak-anak
lain di sekitar takut, malah sebaliknya. Mereka merasa terhibur dan tidak ada
yang khawatir pada keadaan mediator yang dirasuki roh setan banteng. Roh
banteng yang marah tersebut masuk ke tubuh mediator yang bertubuh besar
tersebut dan menyelesaikan tugasnya. Menyeruduk tanpa memikirkan kondisi
sekitar, hingga anak-anak merasa puas dengan permainan tersebut ntuk meyakinkan
bahwa permainan tersebut nyata adanya.
Permainan itu terhenti ketika salah satu guru
mengetahui bahwa permainan yang dilakukan anak-anak tersebut tidak baik dan
menimbulkan dampak negatif, sehingga ia memukul punggung anak yang menjadi
mediator itu. Saat mediator mulai sadar, dia tidak mengetahui apapun yang sudah
dilakukan tadi.
Setelah membaca cerpen tersebut, saya mengartikan
sosok setan banteng ini layaknya seuah emosi yang meluap-luap. Saat seseorang sedang emosi, maka dia tidak
akan bisa mengontrol dirinya sendiri seperti seekor banteng yang mengamuk,
tidak ada yang bisa mengendalikan dirinya. Nasihat dan ucapan dari orang lain
tidak akan didengar saat sedang dipuncak emosi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar