Sebelumnya kita telah mengulas dua puisi Widji Thukul, kali ini kita akan beralih pada karya kini Agus R.Sarjono dengan judul Sajak Palsu. Puisi ini dirangkai dengan bentuk yang berbeda dari puisi pada umumnya. Sajak Palsu bergaya layaknya narasi cerita, ini menjadi sebuah bentuk baru penulisan puisi yang biasanya terpisah-pisah bentuk baitnya. Berdasarkan judul yang digunakan penyair untuk mewakili isi puisi tersebut dapat dipahami bahwa penyair ingin menyampaikan suatu cerita mengenai apa-apa yang dirasa palsu. Cerita yang disusun menjadi satu kesatuan puisi memiliki makna tersendiri.
Puisi tersebut menceritakan penulis yang menemukan banyak kepalsuan di Negara ini. Dari puisi tersebut dapat dipahami bahwa awal dari segala kepalsuan yang tercipta di negara ini ialah tertuju pada guru. Tanpa mengurangi rasa hormat pada profesi guru, penulis ingin menyampaikan pada pembaca bahwa seharusnya guru merupakan seseorang yang digugu dan ditiru Selain perilaku guru yang menjadi sorotan dalam puisi tersebut terdapat pula perilaku siswa yang tidak dianggap kurang baik. Hal tersebut sesuai dengan penggalan puisi yang berjudul Sajak Palsu karya Agus R.Sarjono.
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar sejarah
palsu dari buku-buku palsu. Di akhir
sekolah mereka terpengarah melihat hamparan nilai
mereka yang palsu.
Berdasarkan
penggalan puisi di atas dapat dipahami bahwa penyair menggambarkan kepalsuan
perilaku dari siswa-siswa pada suatu sekolah. Di lingkungan sekolah pasti tidak
semua siswa-siswa memiliki simpati dan empati kepada guru. Hal ini bisa
dikarenakan setiap siswa pasti ingin mendapatkan nilai yang sempurna namun
banyak yang dilakukan secara instan.
Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji
palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru.
Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun
lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli
pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu.
Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu.
Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan
ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank
negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun
berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang yang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu.
Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
Puisi di atas meiliki pesan yang disampaikan pada
pembaca apabila mempunyai pekerjaan atau profesi tidak disalahgunakan. Karena kita
sudah seharusnya menjalankan tugas dengan niat yang kelak akan menjadi ladang pahala.
Jika membaca secara keseluruhan puisi karya Agus R.Sarjono yang berjudul Sajak
Palsu tersebut kita dapat mengaitkan dengan penggalan puisi karya Widji Thukul
lalu yang telah kita bahas sebelumnya bahwa kita tidak akan hanya memiliki
kepintaran saja, hidup harus diimbangi dengan perbuatan baik lainnya. Lebih baik
jujur meski itu menyakitkan, daripada nikmat namun dengan segala kepalsuan.